Kondisi ekonomi yang tak menentu dan peningkatan biaya hidup menyebabkan fenomena “makan tabungan” atau dissavings, di masyarakat kelas menengah. Dissaving adalah sebuah kondisi di mana individu membelanjakan uang melebihi pendapatan sehingga terpaksa menggunakan tabungannya.
Survei konsumen Bank Indonesia pada Desember 2023 menunjukkan tingkat tabungan kelompok pengeluaran Rp2,1 – 3 juta per bulan merosot menjadi 14,6% dari pendapatan. Padahal, pada November 2023, kelompok masyarakat ini masih bisa menyisihkan 15,7% dari pendapatan.
Kondisi kelompok pengeluaran Rp3,1 juta – Rp4 juta juga tak jauh berbeda. Rasio tabungannya stagnan dari bulan November 2023 berada di posisi 6,1% dari pendapatan. Sementara itu, kelompok Rp 1 juta sampai 2 juta justru mengalami kenaikan dari 15,8% dari pendapatan di November 2023 menjadi 16,7% dari pendapatan di Desember 2023. Sedangkan, untuk rasio tabungan kelompok pengeluaran di atas Rp5 juta di Desember 2023 naik tipis ke posisi 16,7% dari 16,3% di bulan sebelumnya.
Masyarakat Indonesia diproyeksikan masih akan cenderung menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada tahun 2024. Perilaku ini dipengaruhi oleh pulihnya roda ekonomi pasca-pandemi, yang berkontribusi pada peningkatan pengeluaran masyarakat.
Perlu diingat, mengalokasikan sebagian penghasilan untuk tabungan memiliki berbagai manfaat. Dengan menabung, individu dapat mengatur keuangan dengan lebih bijak, melatih disiplin dan hemat, serta membangun dana darurat untuk mengatasi kebutuhan tak terduga.
Product Development and Portfolio management Division Head Bank Mega Syariah Veronica Henny Sisilia mengungkapkan, menabung merupakan investasi jangka panjang untuk persiapan masa pensiun, menghindari dampak inflasi, dan mewujudkan berbagai impian seperti ibadah haji, kepemilikan rumah, atau pencapaian cita-cita lainnya. Dengan demikian, mengalokasikan sebagian penghasilan untuk tabungan bukan sekadar kebijakan finansial, melainkan langkah strategis untuk mencapai stabilitas dan kesejahteraan finansial di masa depan.
“Pada dasarnya, kita dapat mengalokasikan pendapatan sesuai dengan kebutuhan atau dapat menggunakan formula rencana anggaran keuangan yaitu 10:20:30:40 dari pendapatan yang dimiliki. Dimana 10% untuk biaya sosial; 20% untuk tabungan; 30% untuk utang; dan 40% untuk kebutuhan sehari-hari. Formula ini dapat dimodifikasi lebih lanjut sesuai dengan keinginan dan tujuan,” ungkap Veronica.
Di tengah fenomena dissavings, masyarakat yang menggunakan produk tabungan Bank Mega Syariah justru semakin banyak. Terlihat dari jumlah rekening atau number of account (NoA) yang terus tumbuh positif.
Financial Planning and Accounting Division Head Bank Mega Syariah Hasrul Abdurahman menyampaikan sepanjang tahun 2023, total NoA Bank Mega Syariah meningkat 10,45% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan tabungan industri bank umum yang naik 8,2% pada September 2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya.
“97,22% nasabah Bank Mega Syariah memiliki produk tabungan dan tabungan haji menjadi salah satu produk yang paling digemari oleh nasabah Bank Mega Syariah. Sebanyak 70,61% dari total nasabah Bank Mega Syariah memiliki produk tabungan haji ini. Dari sisi usia, pemilik tabungan Bank Mega Syariah didominasi oleh usia lebih dari 35 tahun dengan profil pekerjaan paling banyak antara lain wiraswasta, ibu rumah tangga (IRT) dan pegawai swasta,” Jelasnya.
Bank Mega Syariah berkomitmen untuk terus memberikan inovasi produk dan layanan yang dapat memenuhi harapan nasabah. Pertumbuhan ini menandakan kepercayaan yang terus tumbuh dari masyarakat dan bisnis.
Sumber : Finance.detik